Tiga tipe anak kuliahan yang ada di Indonesia sekarang ini, mereka
memiliki gelar yang sama ‘Mahasiswa’ tapi gaya hidup mereka beragam sesuai
dengan gelar yang disandang oleh mereka ada yang anak asrama, ½ Asrama-Kost dan
Kost. Banyak keunikan dan cerita masing-masing dari ketiga tipe ini yang bukan
cuman saya yang menyadari itu bahkan yang lain pun telah menyadarinya mungkin
lebih dulu dari saya. Tiga tipe yang mungkin berbeda tapi mungkin juga sama.
Anak asrama dan ½ asrama-kost yang hidup dalam sebuah lingkungan
asrama yang ada peraturannya membuat mereka mau tidak mau harus mengikuti aturan
main asrama dan para pengurusnya. Hingga kadang kata ‘suka banget ngurus hidup
orang’ itu terlontar untuk sang kakak yang mau menyisihkan waktu dan fikirannya
walau barang sebentar untuk memikirkan kebaikan mereka. Sebenarnya sih para
kakak itu tak terlalu banyak harapan hanya satu keinginan untuk kemaslahatan
bersama, yaitu peraturan yang ada berjalan dengan ritme yang seimbang untuk
bersama sehingga kehidupan yang ada dalam asrama akan lebih damai dalam
kebersamaan bila mungkin dibandingkan dengan anak kost yang mungkin mereka bisa
hidup sendiri tanpa ada senggolan yang berarti dari teman yang berinteraksi
selama 24 jam dengannya. Tapi walau anak asrama dan ½ asrama kost ini sama-sama
tinggal di asrama, namun peraturan dalam hal keluar asrama mereka masih
berbeda. Anak asrama ingin kemana saja mereka harus melakukan ritul yang
namanya izin ke pengurus yang berwenang sedang untuk anak ½ asrama-kost mereka
ingin kemana saja silahkan asal pada waktu yang ditentukan mereka ada di
asrama. Nah beda lagi kalau dengan anak kost yang apalagi kostannya tak pakai
ibu kost. Maka saat itu hanya hati yang bisa mengukur kapan jam mereka pulang
ke persinggahan.
Beda lagi kalau soal makan, diantara ketiganya ini mempunyai level
kesulitan masing-masing untuk mendapatkan si putih berkarbohidrat ini. Kalau
anak asrama sih sudah terhidang di atas meja dengan efek berkilau-kilau hasil
karya si mbok e. Bahkan baru buka mata aja sudah bisa langsung santap. Tapi
tetap dengan sedikit perjuangan yaitu jalan dari kamar ke tempat makan. Hal ini
bisa saja anugerah terindah sebagai anak rantau tapi juga mungkin musibah
karena akhirnya lebih banyak dari mereka yang notabene sebagai anak rantau tak
bisa dalam hal masak memasak. Level kesulitan anak ½ asrama-kost untuk mendapat
si putih berkarbohidrat adalah dia harus berjalan ke kantin asrama, memesan
makanan lalu ngerogoh kocek untuk bayar makanan yang di pesan tadi. Sebenarnya
hampir sama dengan anak asrama, tapi kalau anak asrama makan untuk setiap
harinya sudah di bayar per bulan hingga uang yang ada dalam saku itu hanya
jatah uang jajan dan uang printer. Kalau anak kost apalagi kostannya tidak
ditemukan warung terdekat, terkadang sarapan saja bisa dijamak dengan makan
siang dan disesuaikan dengan jadwal kuliah jadi bisa sekalian kuliah dan makan.
Salut dengan anak kost yang bisa hemat-hemat dalam makan dan jajan. Pemikiran
yang sangat ekonomis walau terkadang ada yang sampai harus lipat perut untuk
itu.
Kalau masalah barang-barang jang ditanya lagi untuk anak asrama dan
½ asrama-kost. Kita tak punya suatu barang yang ‘kadang-kadang’ kita butuh,
it’s ok masih ada teman samping lemari yang siap membantu. Tapi bukan maksud
untuk memanfaatkan barang punya temen yang ada. Hanya menggunakan yang ada
bersama dengan tanggungjawab pastinya. Beda lagi kalau anak kost, terkadang
harus punya sendiri dengan barang yang kita butuhkan, teman samping kamar
terkadang tak banyak membantu karena mempunyai kesibukan yang lain karena
mungkin teman samping kamar bukan teman satu perguruan tinggi.
Apapun tipe kita sebagai mahasiswa dan dimanapun kita menuntut ilmu
semuanya pasti memiliki kelebihan ada kekurangan yang kadang terungkap dan
kadang banyak yang tak terungkap. Hanya satu yang pasti yaitu mensyukuri apa
yang telah diberikan oleh-Nya. Bukan hanya saat kita sedang bahagia tapi juga
saat kita dalam kesulitan. Karena Dia selalu ada untuk hamba-Nya kapanpun itu
saat seorang hamba membutuhkan.
0 comments:
Post a Comment