Monday 2 January 2017

Kenapa? (Menelaah kembali 1)

Dalam dunia ku dan dunia mu yang bernama dunia pesantren mungkin terdapat banyak hal yang tak dapat terdefinisikan dan sulit untuk diterjemahkan. Karena kalangan yang pernah menginjak dunia pesantren saja terkadang masih minim pemahaman apalagi untuk kalangan umum. Namun begitulah dunia kita, penuh dengan hikmah yang tak kasat mata. Melihat dari hal kecil dan pertama kali aku selalu pertanyakan saat menginjak dunia itu di instansi tertentu. Terkadang aku sendiri bertanya, kenapa kata ‘keadilan’ tidak ada dalam sintesa pondok? Kenapa dia tidak ada di dalam panca jiwa? Lalu kalau kita mau memandang lebih luas lagi, kenapa dalam pancasila keadilan dinomor akhirkan, kenapa tidak ditengah atau dinomor awal? Banyak pertanyaan yang muncul dan itu semua pernah muncul dalam benakku sendiri karena saat itu aku belum memiliki kapasitas untuk memahami, aku masih belum bisa tuk mengerti dan pasti saat itu tak mengetahui proses yang telah dijalani untuk mencapai pada titik itu. Aku disaat itu hanya seorang yang buta, hanya bermodal lilin kecil yang mungkin saja lilin kecil itu bisa membakar diriku sendiri sewaktu-waktu. Aku disaat itu hanya seorang yang memiliki pemikiran praktis dan realistis dengan zaman yang pernah aku jalani. Namun akhirnya jawaban itu datang saat Pekan Perkenalan Khutbat-l-‘Arsy yang ada di setiap awal tahun.
Saat aku menginjak bangku perkuliahan saat ada orang yang bertanya dengan yang sama atas apa yang aku pertanyakan dulu, tiba-tiba teringat kalimat,” Quis custodiet ipsos custodes? siapa yang mengawasi pengawas?” dari novel Digital Fotress yang pertama kali aku baca saat duduk dibangku sekolah menengah. Ternyata bermakna dalam dan dapat menimbulkan berbagai pertanyaan bagi beberapa orang yang belum memahami maknanya tapi aku tak menyalahkan orang yang belum paham itu. Dilema memang mengingat kalimat bahwa tak ada manusia yang sempurna. Namun semua itu kembali pada kesadaran setiap manusia karena hidup layaknya mengayuh sepeda kalau kita berhenti maka akan jatuh. Semua manusia memiliki pertanggungjawaban kehidupan dan memiliki catatan baik-buruk, hitam-putih dan sebagainya. Lantas sampai kapan dan bagaimana seorang pengawas harus diawasi? Tentunya seorang pengawas diawasi dengan aturan Allah sang pemilik alam ini yang Maha Adil.
Lalu bagaimana saat kita ingin melihat keadilan yang nyata? Mari kita menelaah kembali apa makna adil itu sendiri (lihat http://caturrinihistories.blogspot.co.id/2016/03/mencoba-mencari-makna-adil.html)
Lalu saat kita sudah mengetahui makna adil (baca:hak) lantas sudah sejauh manakah kita menjalankan kewajiban?  Lantas saat kita sudah mulai bertanya, apakah orang lain telah melakukan hal yang sama, apakah kita sudah bertanya pada diri kita kebaikan yang kita lakukan sebenarnya untuk siapa? Untuk orang lainkah atau untuk diri sendirikah atau mungkin untuk kepentingan bersama? Lantas apakah harus menunggu sempurna untuk mengingatkan sesama? apakah orang yang mempunyai banyak dosa, lantas gugur sudah kewajibannya untuk menasehati orang? Insya' Allah tidak karena mengingkatkan sesama adalah kewajiban dari setiap saudara seiman.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya selama hambaNya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).


Kita mungkin pernah mengalami fase merasa paling sengsara yang mana hingga terkadang kita lupa bersyukur dan hanya melihat kehidupan dari satu sisi saja. Padahal dunia ini terlalu indah untuk hanya dilihat dari satu sisi. Maka saudariku sebaiknya kita mulailah berhati-hati dalam menerka sebuah kalimat. Mulailah menganalisa dan bertanya pada hati kecil kita agar kita tak tersesat karena ego yang menguasai akal sehat dan nafsu belaka. Mungkin kesadaran perlu dihidupkan karena ada hal yang dilakukan demi maslahah (kebersamaan) yang mana sebuah maslahah itu adalah hal yang sangat mahal dan tak terbeli.

0 comments:

Post a Comment

Monday 2 January 2017

Kenapa? (Menelaah kembali 1)

Dalam dunia ku dan dunia mu yang bernama dunia pesantren mungkin terdapat banyak hal yang tak dapat terdefinisikan dan sulit untuk diterjemahkan. Karena kalangan yang pernah menginjak dunia pesantren saja terkadang masih minim pemahaman apalagi untuk kalangan umum. Namun begitulah dunia kita, penuh dengan hikmah yang tak kasat mata. Melihat dari hal kecil dan pertama kali aku selalu pertanyakan saat menginjak dunia itu di instansi tertentu. Terkadang aku sendiri bertanya, kenapa kata ‘keadilan’ tidak ada dalam sintesa pondok? Kenapa dia tidak ada di dalam panca jiwa? Lalu kalau kita mau memandang lebih luas lagi, kenapa dalam pancasila keadilan dinomor akhirkan, kenapa tidak ditengah atau dinomor awal? Banyak pertanyaan yang muncul dan itu semua pernah muncul dalam benakku sendiri karena saat itu aku belum memiliki kapasitas untuk memahami, aku masih belum bisa tuk mengerti dan pasti saat itu tak mengetahui proses yang telah dijalani untuk mencapai pada titik itu. Aku disaat itu hanya seorang yang buta, hanya bermodal lilin kecil yang mungkin saja lilin kecil itu bisa membakar diriku sendiri sewaktu-waktu. Aku disaat itu hanya seorang yang memiliki pemikiran praktis dan realistis dengan zaman yang pernah aku jalani. Namun akhirnya jawaban itu datang saat Pekan Perkenalan Khutbat-l-‘Arsy yang ada di setiap awal tahun.
Saat aku menginjak bangku perkuliahan saat ada orang yang bertanya dengan yang sama atas apa yang aku pertanyakan dulu, tiba-tiba teringat kalimat,” Quis custodiet ipsos custodes? siapa yang mengawasi pengawas?” dari novel Digital Fotress yang pertama kali aku baca saat duduk dibangku sekolah menengah. Ternyata bermakna dalam dan dapat menimbulkan berbagai pertanyaan bagi beberapa orang yang belum memahami maknanya tapi aku tak menyalahkan orang yang belum paham itu. Dilema memang mengingat kalimat bahwa tak ada manusia yang sempurna. Namun semua itu kembali pada kesadaran setiap manusia karena hidup layaknya mengayuh sepeda kalau kita berhenti maka akan jatuh. Semua manusia memiliki pertanggungjawaban kehidupan dan memiliki catatan baik-buruk, hitam-putih dan sebagainya. Lantas sampai kapan dan bagaimana seorang pengawas harus diawasi? Tentunya seorang pengawas diawasi dengan aturan Allah sang pemilik alam ini yang Maha Adil.
Lalu bagaimana saat kita ingin melihat keadilan yang nyata? Mari kita menelaah kembali apa makna adil itu sendiri (lihat http://caturrinihistories.blogspot.co.id/2016/03/mencoba-mencari-makna-adil.html)
Lalu saat kita sudah mengetahui makna adil (baca:hak) lantas sudah sejauh manakah kita menjalankan kewajiban?  Lantas saat kita sudah mulai bertanya, apakah orang lain telah melakukan hal yang sama, apakah kita sudah bertanya pada diri kita kebaikan yang kita lakukan sebenarnya untuk siapa? Untuk orang lainkah atau untuk diri sendirikah atau mungkin untuk kepentingan bersama? Lantas apakah harus menunggu sempurna untuk mengingatkan sesama? apakah orang yang mempunyai banyak dosa, lantas gugur sudah kewajibannya untuk menasehati orang? Insya' Allah tidak karena mengingkatkan sesama adalah kewajiban dari setiap saudara seiman.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya selama hambaNya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).


Kita mungkin pernah mengalami fase merasa paling sengsara yang mana hingga terkadang kita lupa bersyukur dan hanya melihat kehidupan dari satu sisi saja. Padahal dunia ini terlalu indah untuk hanya dilihat dari satu sisi. Maka saudariku sebaiknya kita mulailah berhati-hati dalam menerka sebuah kalimat. Mulailah menganalisa dan bertanya pada hati kecil kita agar kita tak tersesat karena ego yang menguasai akal sehat dan nafsu belaka. Mungkin kesadaran perlu dihidupkan karena ada hal yang dilakukan demi maslahah (kebersamaan) yang mana sebuah maslahah itu adalah hal yang sangat mahal dan tak terbeli.

No comments:

Post a Comment