Friday 8 May 2015

Pembentukan Akhlak Karena Ibadah


Sudah terlanjur sering kita menemukan pola pikir manusia yang tak ingin mengkaitkan satu hal dengan hal yang lain. Kita lihat saja dari contoh yang paling sering kita jumpai yaitu antara agama dan politik yang sering terjadi dalam negara kita sendiri. Padahal ini adalah dua hal yang saling berkaitan adanya. Karena tak dapat dipungkiri, segala sesuatu yang kita lakukan di muka bumi pasti saling berkaitan satu sama lain.
Lalu bagaimana bila kita menilik ke dalam hal akhlak dan amalan ibadah dalam agama khususnya dalam pelaksanaan rukun islam yang ke lima. Apakah benar hal-hal yang kita lakukan dalam pelaksanaan haji dapat membentuk akhlak kita dalam kehidupan sehari-hari?
Ibadah sesungguhnya bukanlah suatu hal yang hanya bersifat simbolik, ‘penting mengerjakan’ yang berakibat pada sebuah formalitas tanpa adanya penghayatan dalam diri manusia itu sendiri.  Karena bila ibadah itu dilakukan tanpa adanya makna dalam kehidupan sehari-hari maka semua itu tidak akan memberi arti dan efek yang berarti. Disamping itu Arti penghayatan ibadah sendiri adalah melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah itu dengan diiringi perbuatan-perbuatan yang bersifat aplikatif yang sejalan dengan hakikat dan hikmah ibadah.
Sedangkan hakekat haji adalah ibadah yang wajib dilaksankan oleh setiap muslim yang mampu. Mampu disini bukan hanya dalam finansial namun juga dalam jasmani dan rohani. Yang dimana seseorang dapat melakukan haji secara sempurna dengan beberapa bentuk ibadah yang termasuk dalam rukun dan wajib haji, seperti thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabid di mudzdalifah, melontar jamrah, tahallul dan lainnya sebagai akitivitas untuk mencari ridhoNya.
Seorang haji yang mabrur biasanya akan mendapatkan pengaruh perubahan akhlak yang besar setelah pelaksanaan ibadahnya di tanah suci. Karena banyak hal yang tersurat maupun tersirat dari ibadah haji ini sangatlah berpengaruh dalam pembentukan akhlak. Seperti niat yang diucapkan berfungsi untuk menguatkan niat dalam hati sehingga terjadi keselarasan dalam diri seseorang. Dalam waktu ihrom yang dimana terdapat larangan-larangan yang harus dihindari ini memberi pelajaran pada kita bahwa kita tidak boleh tergoda dengan sesuatu yang mungkin akan membatalkan pekerjaaan kita. Wukuf adalah ibadah yang mengandung makna agar apa yang kita kerjakan harus kita jiwai dan menngerjakan sesuatu harus dengan hati. Thawaf yaitu ibadah mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali memiliki makna agar kita tidak kenal menyerah, berjuang sekuat tenaga menjalankan pekerjaan kita untuk meraih apa yang sudah ditargetkan. Sa’i yang dilakukan dengan berjalan kaki (lari-lari kecil) bolak-balik tujuh kali dari bukit shafa ke Marwah dan sebaliknya. Nilai etos kerja dalam ibadah ini adalah bahwa pekerjaan yang rutin setiap hari harus dilakukan dengan tekun dan istiqomah dan mempunyai target yang jelas. Melempar jumrah merupakan simbol perlawanan terhadap setan dan pembebasan diri dari iblis yang suka mengganggu manusia. Etos kerja yang tersurat di dalamnya telah terlihat jelas. Yang dimana kita sebagai manusia sebisa mungkin untuk mengekang hawa nafsu yang pasti datang dari setan. Hingga tahallul yang dimana kita mencukur rambut sebagai tanda dibolehkannya beberapa larangan saat berihrom yang bermakna agar kita berpikir jernih. Bahwa segala aturan yang ada harus ditaati yang berarti kita bekerja atau melakukan kegiatan harus sesuai dengan etika dan tata aturannya.

Setelah kita mengerti hubungan antara ibadah yang dilakukan dapat menimbulkan akhlak yang mulia bila dijiwainya. Karena semestinya ibadah itu tidak semata dilakukan hanya dalam satu dimensi saja. Karena ibadah dan akhlak satu dan lainnya saling menyatu dan seharusnya berjalan seiring seirama. 

0 comments:

Post a Comment

Friday 8 May 2015

Pembentukan Akhlak Karena Ibadah


Sudah terlanjur sering kita menemukan pola pikir manusia yang tak ingin mengkaitkan satu hal dengan hal yang lain. Kita lihat saja dari contoh yang paling sering kita jumpai yaitu antara agama dan politik yang sering terjadi dalam negara kita sendiri. Padahal ini adalah dua hal yang saling berkaitan adanya. Karena tak dapat dipungkiri, segala sesuatu yang kita lakukan di muka bumi pasti saling berkaitan satu sama lain.
Lalu bagaimana bila kita menilik ke dalam hal akhlak dan amalan ibadah dalam agama khususnya dalam pelaksanaan rukun islam yang ke lima. Apakah benar hal-hal yang kita lakukan dalam pelaksanaan haji dapat membentuk akhlak kita dalam kehidupan sehari-hari?
Ibadah sesungguhnya bukanlah suatu hal yang hanya bersifat simbolik, ‘penting mengerjakan’ yang berakibat pada sebuah formalitas tanpa adanya penghayatan dalam diri manusia itu sendiri.  Karena bila ibadah itu dilakukan tanpa adanya makna dalam kehidupan sehari-hari maka semua itu tidak akan memberi arti dan efek yang berarti. Disamping itu Arti penghayatan ibadah sendiri adalah melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah itu dengan diiringi perbuatan-perbuatan yang bersifat aplikatif yang sejalan dengan hakikat dan hikmah ibadah.
Sedangkan hakekat haji adalah ibadah yang wajib dilaksankan oleh setiap muslim yang mampu. Mampu disini bukan hanya dalam finansial namun juga dalam jasmani dan rohani. Yang dimana seseorang dapat melakukan haji secara sempurna dengan beberapa bentuk ibadah yang termasuk dalam rukun dan wajib haji, seperti thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabid di mudzdalifah, melontar jamrah, tahallul dan lainnya sebagai akitivitas untuk mencari ridhoNya.
Seorang haji yang mabrur biasanya akan mendapatkan pengaruh perubahan akhlak yang besar setelah pelaksanaan ibadahnya di tanah suci. Karena banyak hal yang tersurat maupun tersirat dari ibadah haji ini sangatlah berpengaruh dalam pembentukan akhlak. Seperti niat yang diucapkan berfungsi untuk menguatkan niat dalam hati sehingga terjadi keselarasan dalam diri seseorang. Dalam waktu ihrom yang dimana terdapat larangan-larangan yang harus dihindari ini memberi pelajaran pada kita bahwa kita tidak boleh tergoda dengan sesuatu yang mungkin akan membatalkan pekerjaaan kita. Wukuf adalah ibadah yang mengandung makna agar apa yang kita kerjakan harus kita jiwai dan menngerjakan sesuatu harus dengan hati. Thawaf yaitu ibadah mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali memiliki makna agar kita tidak kenal menyerah, berjuang sekuat tenaga menjalankan pekerjaan kita untuk meraih apa yang sudah ditargetkan. Sa’i yang dilakukan dengan berjalan kaki (lari-lari kecil) bolak-balik tujuh kali dari bukit shafa ke Marwah dan sebaliknya. Nilai etos kerja dalam ibadah ini adalah bahwa pekerjaan yang rutin setiap hari harus dilakukan dengan tekun dan istiqomah dan mempunyai target yang jelas. Melempar jumrah merupakan simbol perlawanan terhadap setan dan pembebasan diri dari iblis yang suka mengganggu manusia. Etos kerja yang tersurat di dalamnya telah terlihat jelas. Yang dimana kita sebagai manusia sebisa mungkin untuk mengekang hawa nafsu yang pasti datang dari setan. Hingga tahallul yang dimana kita mencukur rambut sebagai tanda dibolehkannya beberapa larangan saat berihrom yang bermakna agar kita berpikir jernih. Bahwa segala aturan yang ada harus ditaati yang berarti kita bekerja atau melakukan kegiatan harus sesuai dengan etika dan tata aturannya.

Setelah kita mengerti hubungan antara ibadah yang dilakukan dapat menimbulkan akhlak yang mulia bila dijiwainya. Karena semestinya ibadah itu tidak semata dilakukan hanya dalam satu dimensi saja. Karena ibadah dan akhlak satu dan lainnya saling menyatu dan seharusnya berjalan seiring seirama. 

No comments:

Post a Comment