Sudah terlanjur sering kita menemukan pola pikir manusia yang tak
ingin mengkaitkan satu hal dengan hal yang lain. Kita lihat saja dari contoh
yang paling sering kita jumpai yaitu antara agama dan politik yang sering
terjadi dalam negara kita sendiri. Padahal ini adalah dua hal yang saling
berkaitan adanya. Karena tak dapat dipungkiri, segala sesuatu yang kita lakukan
di muka bumi pasti saling berkaitan satu sama lain.
Lalu bagaimana bila kita menilik ke dalam hal akhlak dan amalan
ibadah dalam agama khususnya dalam pelaksanaan rukun islam yang ke lima. Apakah
benar hal-hal yang kita lakukan dalam pelaksanaan haji dapat membentuk akhlak
kita dalam kehidupan sehari-hari?
Ibadah
sesungguhnya bukanlah suatu hal yang hanya bersifat simbolik, ‘penting
mengerjakan’ yang berakibat pada sebuah formalitas tanpa adanya penghayatan
dalam diri manusia itu sendiri. Karena
bila ibadah itu dilakukan tanpa adanya makna dalam kehidupan sehari-hari maka
semua itu tidak akan memberi arti dan efek yang berarti. Disamping itu Arti
penghayatan ibadah sendiri adalah melakukan apresiasi dan ekspresi ibadah itu
dengan diiringi perbuatan-perbuatan yang bersifat aplikatif yang sejalan dengan
hakikat dan hikmah ibadah.
Sedangkan hakekat haji adalah ibadah yang wajib dilaksankan oleh
setiap muslim yang mampu. Mampu disini bukan hanya dalam finansial namun juga
dalam jasmani dan rohani. Yang dimana seseorang dapat melakukan haji secara
sempurna dengan beberapa bentuk ibadah yang termasuk dalam rukun dan wajib
haji, seperti thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabid di mudzdalifah, melontar
jamrah, tahallul dan lainnya sebagai akitivitas untuk mencari ridhoNya.
Seorang haji yang mabrur biasanya akan mendapatkan pengaruh perubahan
akhlak yang besar setelah pelaksanaan ibadahnya di tanah suci. Karena banyak
hal yang tersurat maupun tersirat dari ibadah haji ini sangatlah berpengaruh
dalam pembentukan akhlak. Seperti niat yang diucapkan berfungsi untuk
menguatkan niat dalam hati sehingga terjadi keselarasan dalam diri seseorang.
Dalam waktu ihrom yang dimana terdapat larangan-larangan yang harus dihindari
ini memberi pelajaran pada kita bahwa kita tidak boleh tergoda dengan sesuatu
yang mungkin akan membatalkan pekerjaaan kita. Wukuf adalah ibadah yang
mengandung makna agar apa yang kita kerjakan harus kita jiwai dan menngerjakan
sesuatu harus dengan hati. Thawaf yaitu ibadah mengelilingi ka’bah sebanyak
tujuh kali memiliki makna agar kita tidak kenal menyerah, berjuang sekuat
tenaga menjalankan pekerjaan kita untuk meraih apa yang sudah ditargetkan. Sa’i
yang dilakukan dengan berjalan kaki (lari-lari kecil) bolak-balik tujuh kali
dari bukit shafa ke Marwah dan sebaliknya. Nilai etos kerja dalam ibadah ini
adalah bahwa pekerjaan yang rutin setiap hari harus dilakukan dengan tekun dan
istiqomah dan mempunyai target yang jelas. Melempar jumrah merupakan simbol
perlawanan terhadap setan dan pembebasan diri dari iblis yang suka mengganggu
manusia. Etos kerja yang tersurat di dalamnya telah terlihat jelas. Yang dimana
kita sebagai manusia sebisa mungkin untuk mengekang hawa nafsu yang pasti
datang dari setan. Hingga tahallul yang dimana kita mencukur rambut sebagai
tanda dibolehkannya beberapa larangan saat berihrom yang bermakna agar kita
berpikir jernih. Bahwa segala aturan yang ada harus ditaati yang berarti kita
bekerja atau melakukan kegiatan harus sesuai dengan etika dan tata aturannya.
Setelah kita mengerti hubungan antara ibadah yang dilakukan dapat
menimbulkan akhlak yang mulia bila dijiwainya. Karena semestinya ibadah itu
tidak semata dilakukan hanya dalam satu dimensi saja. Karena ibadah dan akhlak
satu dan lainnya saling menyatu dan seharusnya berjalan seiring seirama.
0 comments:
Post a Comment