Saturday 23 January 2016

Memeluk Angin (2)

“aku kemarin kena lagi sama Pak Roby” sahabatku memulai bercerita kronologi di pagi buta itu
“kenapa?” aku hanya menimpali sekenanya sambil memesan dua porsi nasi pecel dan dua gelas minuman sachet, “kamu mau gorengan?” sela ku sebelum echa melanjutkan ceritanya.
“terserah” jawabnya singkat dengan memasang wajah kesal lengkap dengan tanduk di atasnya dan aku hanya meringis sambil membawa semua pesanan untuk menghampirinya.
“jangan ditekuk itu muka, lanjutin ceritanya aku udah siap nih jadi pendengar setia” kataku sambil menghidangkan menu santapan rutin pilihanku saat di sekolah.
Sambil membenarkan posisi duduknya akhirnya echapun menarik napas panjang dan memulai lagi ceritanya.
“aku dipanggil lagi gara-gara ketahuan gak pakek kaos kaki sekolah”
Hampir saja aku menjadi dukun dadakan saat itu juga. Tapi ternyta echa masih beruntung dia tak menjadi pasien dukun hari ini karena aku masih sempat menelan minumku sebelum terjadi itu.
“ah aku kira masalah sebesar gunung yang mau meledak. Ternyata masalah yang udah jadi makanan teman-teman kita lainnya” ujarku sambil menahan tawa yang akhirnya meledak juga.
“huft, mungkin kali ini aku terlalu sial, kamu gak liat kemarin aku di kelas mulu” echanpun mulai kesal lagi
“iya aku liat, kamu kemarinkan gak kemana gara-sepatu mu di musiumin di kantor kan?” jawabku sesantai mungkin.
“bukan cuman itu hukumannya, setiap abis pulang aku harus bersihin kamar mandi dan juga aku harus berangkat sepagi mungkin untuk ikut anak-anak petugas keamanan sekolah bertugas selama seminggu” mendengar itu tawaku jadi mulai mereda dan berubah menjadi sedikit iba
“ya...  jadi aku pulang pergi sekolah sendiri dong seminggu ini” kataku masih dengan nada mengejek
“terserahlah, kamu terlihat bahagia sekarang” balasnya dengan wajah besungut-sungut
“sudahlah, semuanya dijalani saja, bagiku nakal itu wajar pada usia kita, asal nakalnya masih dalam batas wajar dan batas orang cerdas, oke?” kataku sambil membiarkan jempolku muncul di depan muka echa. Tapi malah meninggalkanku untuk mencuci tangannya di kran dan akupun tak peduli dengan itu. Karena jawaban dia itu oke.
Waktu istirahat hampir usai akupun mulai meninggalkan kantin dengan membawa satu cup mie instan titipan dhela. Mungkin memang naas hari ini saat keluar dari kantin aku tak sengaja bertemu dengannya yang menuju mushola sekolah. Saat itu juga aku serasa ingin mengihlang tapi apalah daya sudah kepalang basang di depan matanya yang terbelalak seakan terkejut bercampur kesal,
“kamu jangan makan mie, itu zat yang di sterofoamnya itu juga kamu makan nanti gak sehat” sambil berlalu meninggalkanku yang hanya bisa tersenyum mematung. Dalam pikiran emang peduli apa dia. Aneh.

Semakin hari dia semakin membuatku tak mengerti namun aku selalu mencoba bangun dari mimpi saat aku mulai jatuh ke dunia mimpi itu.

0 comments:

Post a Comment

Saturday 23 January 2016

Memeluk Angin (2)

“aku kemarin kena lagi sama Pak Roby” sahabatku memulai bercerita kronologi di pagi buta itu
“kenapa?” aku hanya menimpali sekenanya sambil memesan dua porsi nasi pecel dan dua gelas minuman sachet, “kamu mau gorengan?” sela ku sebelum echa melanjutkan ceritanya.
“terserah” jawabnya singkat dengan memasang wajah kesal lengkap dengan tanduk di atasnya dan aku hanya meringis sambil membawa semua pesanan untuk menghampirinya.
“jangan ditekuk itu muka, lanjutin ceritanya aku udah siap nih jadi pendengar setia” kataku sambil menghidangkan menu santapan rutin pilihanku saat di sekolah.
Sambil membenarkan posisi duduknya akhirnya echapun menarik napas panjang dan memulai lagi ceritanya.
“aku dipanggil lagi gara-gara ketahuan gak pakek kaos kaki sekolah”
Hampir saja aku menjadi dukun dadakan saat itu juga. Tapi ternyta echa masih beruntung dia tak menjadi pasien dukun hari ini karena aku masih sempat menelan minumku sebelum terjadi itu.
“ah aku kira masalah sebesar gunung yang mau meledak. Ternyata masalah yang udah jadi makanan teman-teman kita lainnya” ujarku sambil menahan tawa yang akhirnya meledak juga.
“huft, mungkin kali ini aku terlalu sial, kamu gak liat kemarin aku di kelas mulu” echanpun mulai kesal lagi
“iya aku liat, kamu kemarinkan gak kemana gara-sepatu mu di musiumin di kantor kan?” jawabku sesantai mungkin.
“bukan cuman itu hukumannya, setiap abis pulang aku harus bersihin kamar mandi dan juga aku harus berangkat sepagi mungkin untuk ikut anak-anak petugas keamanan sekolah bertugas selama seminggu” mendengar itu tawaku jadi mulai mereda dan berubah menjadi sedikit iba
“ya...  jadi aku pulang pergi sekolah sendiri dong seminggu ini” kataku masih dengan nada mengejek
“terserahlah, kamu terlihat bahagia sekarang” balasnya dengan wajah besungut-sungut
“sudahlah, semuanya dijalani saja, bagiku nakal itu wajar pada usia kita, asal nakalnya masih dalam batas wajar dan batas orang cerdas, oke?” kataku sambil membiarkan jempolku muncul di depan muka echa. Tapi malah meninggalkanku untuk mencuci tangannya di kran dan akupun tak peduli dengan itu. Karena jawaban dia itu oke.
Waktu istirahat hampir usai akupun mulai meninggalkan kantin dengan membawa satu cup mie instan titipan dhela. Mungkin memang naas hari ini saat keluar dari kantin aku tak sengaja bertemu dengannya yang menuju mushola sekolah. Saat itu juga aku serasa ingin mengihlang tapi apalah daya sudah kepalang basang di depan matanya yang terbelalak seakan terkejut bercampur kesal,
“kamu jangan makan mie, itu zat yang di sterofoamnya itu juga kamu makan nanti gak sehat” sambil berlalu meninggalkanku yang hanya bisa tersenyum mematung. Dalam pikiran emang peduli apa dia. Aneh.

Semakin hari dia semakin membuatku tak mengerti namun aku selalu mencoba bangun dari mimpi saat aku mulai jatuh ke dunia mimpi itu.

No comments:

Post a Comment